Sesungguhnya pendek angan-angan dan
mengingat kematian dapa: memindahkan manusia dari tingkatan kedua ke
tingkatan pertama. Dari sinilah, dan lainnya, mengingat kematian dan
pendek angan-angan merupakar: salah satu sarana tazkiyatun nafs. Berikut
ini kita ikuti penjelasan Al Ghazali.
Mengingat Kematian
Amma ba'du ...
Orang yang kematian menjadi kepastiannya;
tanah menjadi tempat --mbaringannya; ulat menjadi temannya; Munkar dan
Nakir menjadi mu"nya; kuburan menjadi tempat tinggalnya; perut bumi
menjadi tempat menetapnya; kiamat menjadi janjinya; surga atau neraka
menjadi, tempat kembalinya, sepatutnya tidak punya pikiran Iain selain
tentang kematian dan ::dak mengingat kecuali kepadanya; tidak melakukan
persiapan kecuali .ntuknya; tidak melakukan usaha kecuali untuknya;
tidak berambisi kecuali Kepadanya; tidak melakukan pendakian kecuali di
atasnya; tidak punya perhatian Kecuali terhadapnya; tidak mengumpulkan
daya kekuatan kecuali untuk menghadapinya; tidak ada penantian dan
kesiap-siagaan kecuali untuknya. Juga selayaknya memasukkan dirinya ke
dalam daftar orang-orang yang sudah mati ian para penghuni kuburan,
karena setiap hal yang pasti datang adalah dekat sedangkan yang jauh
adalah sesuatu yang tidak akan datang. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
"Orang yang cerdas ialah orang yang
mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian."
(Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak
akan terwujudkan kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati,
sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujudkan
kecuali dengan salalu mendengarkan hal-hal yang mengingatkannya dan
memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan
untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah
kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit
dan manusia pun melalaikannya.
"Telah dekat kepada manusia hari
menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian
lagi berpaling (darinya)." (Al Anbiya: 1)
Mengingat Kematian dan Anjuran Memperbanyak Mengingatnya
Ketahuilah bahwa orang yang tenggelam
dengan dunia, gandrung kepada tipu dayanya dan mencintai syahwatnya tak
ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia
tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tidak suka dan
menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan oleh Allah dalam
firman-Nya: "Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(Al Jum'ah: 8).
Kemudian manusia ada yang tenggelam kedalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang 'arif.
Adapun orang yang tenggelam kedalam dunia
, ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat
semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya,
mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Adapun orang yang bertaubat, ia banyak
mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada
hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai
kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan
sebelum memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak
tergolong ke dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah maka Allah membenci pertemuan dengannya." (Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci
kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat
berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia
seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk
mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya
sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu
siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak
demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam kedalam dunia.
Sedangkan orang yang 'arif, ia selalu
mengingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan
kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji
pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat
datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri
dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi
Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika
menghadapi kematian, ia berkata:
"Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga
tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui
bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai
dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan maka
permudahlah kematian atas diriku agar aku segera dapat berjumpa
dengan-Mu."
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari
sikap tidak menyukai sicmatian sedangkan orang yang 'arif dima'atkan
dari tindakan mencintai 1m mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih
tinggi dari keduanya adalah orang yang menyerahkan urusannya kepada
Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya.
Apa yang paling dicintainya adalah ipa yang paling dicintai kekasihnya.
Orang ini melalui cinta dan wala' yang mendalam berhasil mencapai maqam
taslim dan ridha, yang merupakan runcak tujuan. Tetapi bagaimanapun,
mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang
yang tenggelam kedalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk
mengambil jarak dari dunia sebab Jzikrul maut itu membuat dirinya kurang
berselera kepada kenikmatan dunia dan mengeruhkan kemurnian
kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat
manusia adalah termasuk sebab keselamatan.
Keutamaan Mengingat Kematian dalam Segala Keadaan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Perbanyaklah mengingat penghancur
berbagai kelezatan." (Diriwayatkan oleh Urmidzi; ia berkata: Hadits
hasan, Nasa'ai dan Ibnu Majah)
Artinya, kurangilah berbagai kelezatan
dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepadanya terputus
lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat
menghindarkan diri dari kampung tipu daya dan menggiatkan persiapan
untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mengakibatkan
tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi' Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Hadiah orang Mu'min adalah kematian." (Diriwayatkan oleh Abu Dunya, Thabrani dan Al Hakim secara mursal dengan sanad hasan).
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang Mu'min, sebab ia
senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya,
menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian
baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut
merupakan hadiah baginya. .
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Kematian adalah kafarat bagi setiap Muslim."[1]
Yang dimaksudnya adalah orang Muslim yang
sejati yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan
tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang Mu’min, tidak
terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab
kematian akan membersihkan-nya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia
menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Aku datang menemui Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam —bersama sepuluh orang— lalu salah sorting Anshar
bertanya: “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai
Rasulullah? Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Orang yang
paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya; mereka
itulah or-ang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan
dunia dan kehormatan akhirat.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara
ringkas dan Ibnu Abu Dunya secara lengkap dengan sanad jayyid)
Al Hasan rahimahullah berkata, “Kematian
membongkar berbagai keburukan dunia sehingga tidak membiarkan
kegembiraan sama sesekali bagi orang yang punya hati.”
Ar Rabi’ bin Khaitsam berkata: Tidak ada hal ghaib yang dinantikan dan lebih baik bagi orang Mu’min selain dari kematian.
Sebagian kaum bijak bestari menulis surat
kepada salah seorang kawannya: Wahai saudaraku, hati-hatilah terhadap
kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung dirnana
kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.
Umar bin Abdul Aziz biasa mengumpuikan
para fuqaha’ setiap malam untuk mengingatkan kematian, hari kiamat dan
akhirat, kemudian mereka menangis sehingga seolahrolah di hadapan mereka
ada jenazah.
Ibrahim At Taimi berkata: Dua hal yang
memutuskan aku dari kelezatan dunia; mengingat kematian dan berdiri di
hadapan Allah kelak di hari kiamat.
Ka’ab berkata: Siapa yang mengetahui kematian pasti segala penderitaan dan kesusahan dunia menjadi ringan baginya.
Muthrif berkata: Aku bermimpi solah-olah
ada orang yang berkata —di tengah masjid Bashrah— mengingat kematian
memutus hati orang-orang yang takut sehingga mereka terlihat
kebingungan.
Shafiyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: Ada
seorang wanita mengadu kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anh tentang kekesatan
hatinya lalu Aisyah berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian niscaya
hatimu menjadi lembut.” Kemudian wanita itu melakukannya sehingga
hatinya menjadi lembut lalu dia datang berterima kasih kepada Aisyah
Radhiyallahu ‘Anh.
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada
sebagian ulama’: “Nasihatilah aku.” Ulama’ itu berkata: “Engkau bukanlah
khalifah yang pertama kali mati.” Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Tambahlah nasihat lagi.” Ulama’ itu berkata: “Dari nenek moyangmu
hingga nabi Adam tidak ada seorang pun kecuali merasakan kematian
sementara itu giliranmu pun telah tiba,” kemudian Umar bin Abdul Aziz
menangis karena nasihat tersebut.
Ar Rabi’ bin Khaitsam menggali kuburan di
rumahnya dan setiap hari ia tidur di dalamnya beberapa kali untuk
senantiasa mengingat kematian. Bahkan ia berkata: Seandainya mengingat
kematian berpisah dari hatiku sesaat saja niscaya hatiku rusak.
Jalan Merealisasikan Mengingat Kematian
Jalannya ialah dengan mengosongkan hati
dari segala sesuatu kecuali dzikrul maut yang ada di hadapannya, seperti
orang yang ingin bepergian mencapai keberuntungan besar atau
menyeberangi lautan sehingga ia tidak berpikir kepada yang lain. Bila
dzikrul maut telah merasuk ke dalam hatinya maka pasti akan
mempengaruhinya dan pada saat itu kegembiraannya terhadap dunia menjadi
sedikit. Cara paling mujarab dalam hal ini ialah memperbanyak mengingat
kawan-kawannya yang telah mendahuluinya, lalu mengingat kematian mereka
dan pembaringan mereka di bawah tanah; atau mengingat berbagai
gambar-gambar mereka ketika masih memegang berbagai jabatan kemudian
merenungkan bagaimana sekarang tanah kuburan itu telah menimbun berbagai
gambaran yang menarik tersebut; bagaimana bagian-bagian mereka telah
hancur di kuburan mereka; bagaimana istri-istri mereka telah menjadi
janda, anak-anak mereka menjadi yatim; harta mereka tersia-siakan,
masjid dan majlis mereka tak lagi menantikan mereka dan jejak-jejak
kehidupan mereka pun telah terhapuskan.
Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Apabila Anda mengingat orang-orang yang sudah mati maka anggaplah
dirimu termasuk salah seorang di antara mereka.”
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain.”
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Tidakkah
kalian melihat bahwa kalian setiap hari menyiapkan orang yang pergi dan
pulang kepada Allah, kalian meletakkannya di dalam tanah dan
berbantalkan tanah dengan meninggalkan para kekasih dan terputus segala
upaya. “
Terus-menerus menghadirkan
pikiran-pikiran tersebut dan yang semisalnya di samping masuk ke dalam
kuburan dan menyaksikan orang-orang yang sakit, merupakan hal yang bisa
memperbaharui dzikrul maut di dalam hati sehingga mendominasi dan
akhirnya menjadi perhatian utamanya, dan pada saat itulah ia nyaris
telah siap dan terhindar dari kampung tipudaya. Jika tidak, maka zhahir
hati dan manisnya lisan tidak lagi banyak berguna dalam memperingatkan.
Jika hatinya merasa senang dengan sesuatu dari dunia maka ia harus
segera ingat bahwa ia pasti berpisah darinya. Pada suatu hari Ibnu
Muthi’ melihat memandangi rumahnya lalu mengagumi keindahannya kemudian
ia menangis, dan berkata: Demi Allah, kalau bukan karena kematian
niscaya aku merasa seang terhadapmu, dan seandainya bukan karena kita
akan berada di dalam himpitan kuburan niscaya kami merasa senang kepada
dunia. Kemudian ia menangis dengan keras sehingga suaranya terdengar.
Pendek Angan-angan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu:
“Apabila kamu berada pada pagi hari maka
janganlah kamu mengangankan sore hari, apabila kamu memasuki waktu sore
maka janganlah kamu mengangankan esok hari, dan manfaatkan kehidupanmu
untuk kematian-mu dan dari kesehatanmu untuk masa sakitmu, karena
sesungguhnya kamu wahai Abdullah tidak mengetahui apa namamu besok.”[2]
Diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pernah mengambil tiga tiang kayu lalu menancapkan satu
tiang di hadapannya, yang lain ditancapkan di sisinya dan yang ketiga
dilempar jauh, lalu bertanya: “Tahukah kalian apa ini?” Para shahabat
menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ini adalah manusia, dan yang ini ajalnya
sedangkan yang itu angan-angan yang ingin digapai anak Adam tetapi ajal
membuyarkan angan-angan itu.” [3]
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Perumpamaan anak Adam, di sisinya ada
sembilanpuluh sembilan kematian; jika luput dari beberapa kematian ia
pastijatuh dalam ketuaan.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata:
Hasan)
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Orang ini dan beberapa kematian yang ada di sekitarnya berjalan
kepadanya; ketuaan berada di belakang kematian sedangkan angan-angan
berada di belakang ketuaan, tetapi ia masih tetap berangan-angan
sementara kematian tersebut berjalan kepadanya, maka siapa yang lebih
cepat ia akan mengambilnya; jika luput dari beberapa kematian pasti
aerbunuh oleh ketuaan seraya menantikan ajal.”
Abdullah berkata: Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat garis segi empat kepada kami, dan
membuat satu garis di tengahnya lalu membuat beberapa garis di
sampingnya dan satu-garis di luarnya, seraya berkata: “Tahukah apa
ini’?” Kami menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Ini adalah manusia —terhadap garis
yang ada di tengah— dan ini adalah ajalyang mengitarirtya,
sedangkanpenghadang-penghadang ini —terhadap garis-garis yang ada di
sekitarnya— menerkamnya; jika luput dari yang satu maka yang lain akan
menerkamnya; sedangkan yang itu adalah ajal —yakni garis yang ada di
luar.”[4]
Anas Radhiyallahu ‘Anh berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Anak Adam menjadi tua dan dua hal
tetap menyertainya, yaitu ambisi. dan angan-angan.” (Diriwayatkan oleh
Muslim dan Abu Dunya dengan sanad shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Dan menjadi besar bersamanya dua hal, yaitu ambisi terhadap harta dan ambisi terhadap umur.”
Beberapa Atsar
Muthrif bin Abdullah berkata: “Seandainya
aku tahu ajalku niscaya aku khawatir akan hilangnya akalku. Tetapi
Allah mengaruniakan kepada hamba-Xya dengan lupa dari kematian. Kalau
bukan karena lupa niscaya mereka tidak akan bisa hidup tenang dan tidak
akan ada pasar di tengah mereka.”
Al Hasan berkata: “Lupa dan angan-angan
adalah dua nikmat besar yang diberikan kepada manusia; kalau bukan
karena keduanya niscaya kaum Muslimin tidak bisa berjalan di
jalan-jalan.”
Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Tiga hal yang membuatku heran sehingga
memhuatku tercawa: Orang yang mengangankan dunia padahal kematian tengah
memburunya, orang yang lalai padahal ia tidak pernah dilupakan, dan
orang yang tertawa sepenuh mulutnya sementara dia tidak mengetahui
apakah dia membuat murka Tuhan alam semesta terhadapnya ataukah ridha.
Tiga hal yang membuatku sedih sehingga membuatku menangis: Perpisahan
dengan kekasih —Muhammad dan para shahabtnya— dahsyatnya hari
kebangkitan, dan berdiri di hadapan Allah sementara aku tidak tahu
apakah aku diperintahkan ke surga atau ke neraka.”
Dari Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu
‘Anh bahwa ia pernah berkata di dalam khutbahnya. “Di manakah
orang-orang yang suka berwudhu’ yang berwajah menarik dan mengagumkan?
Di manakah para raja yang telah membangun kota Mada’in dan
mengelilinginya dengan tembok? Di manakah orang-orang yang perkasa dalam
berbagai peperangan? U&ktu telah membenamkan meieka sehingga berada
di kegelapan kubur.”
Sebab Panjang Angan-angan dan Terapinya
Ketahuilah bahwa panjang angan-angan punya dua sebab:
Pertama, cinta dunia.
Apabila seseorang merasa senang dengan
dunia, syahwat, kelezatan dan berbagai kaitannya maka hatinya akan
merasa berat untuk berpisah darinya sehingga hatinya tidak bisa berlikir
tentang kematian yang merupakan sebab perpisahannya dengan dunia.
Setiap orang yang membenci sesuatu pasti menolaknya. Sementara itu
manusia sangat menggan-drungi angan-angan palsu lalu ia senantiasa
mengangankan dirinya dengan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Hal
yang sesuai dengan keinginannya adalah hidup kekal di dunia. Karena
itu, ia selalu mengkhayalkan dan sangat menghargainya di dalam dirinya
bahkan mengangankan berbagai hal yang diperlukan untuk hidup kekal di
dunia seperti harta, keluarga, rumah, kawan, kendaraan dan semua sebab
dunia, sehingga hatinya terkonsentrasi dan tertambat pada pikiran ini
kemudian lupa mengingat kematian. Jika kadang-kadang terlintas perkara
kematian dan kebutuhan akan persiapan menghada-pinya, ia menunda-nunda
dan menjanjikan dirinya seraya berkata: Masih banyak waktu, nanti saja
bertaubat kalau sudah tua. Bila sudah tua, ia berkata: Nanti saja kalau
sudah renta. Bila sudah renta, ia berkata: Sampai selesai membangun
rumah ini, atau kembali dari perjalanan, atau setelah selesai mengurusi
anak dan mempersiapkan rumahnya, atau setelah selesai mengalahkan musuh.
Demikianlah ia terus menunda-nunda dan tidak melakukan suatu kesibukan
kecuali dengan pelaksanaan sepuluh kali kesibukan yang lain. Demikianlah
secara bertahap ia menunda hari demi hari dan kesibukan demi kesibukan
hingga akhirnya direnggut kematian pada saat yang tidak terduga,
sehingga menyesai untuk selamanya. Orang yang menunda-nunda ini tidak
mengetahui bahwa sesuatu yang membuatnya menunda pada hari mi akan
menyertainya pula esok hari. bahkan semakin lama semakin kuat dan kokoh.
Ia mengira bahwa orang yang tenggelam dengan dunia akan punya
kesempatan untuk melepaskannya.
Pangkal angan-angan ini semua adalah cinta dunia, merasa senang kepadanya dan kelalaian.
Kedua, kebodohan.
Kadang-kadang manusia mengira bahwa
kematian jauh dari anak-anak muda. Orang yang perlu dikasihani ini tidak
pernah berpikir seandainya orang-orang tua di kampungnya dihitung
niscaya jumlah mereka kurang dari sepersepuluh penduduknya. Jumlah
mereka sedikit karena kematian di kalangan pemuda jauh lebih banyak.
Kematian di kalangan orang ma dan anak muda adalah satu orang tua
berbanding seribu pemuda dan anak-anak. Mungkin ia menganggap dirinya
jauh dari kematian karena kesehatannya dan sedikit kemungkinannya mati
mendadak, padahal ia tidak tahu bahwa hal ini tidaklah jauh dari
kemungkinan. Seandainya hal itu jauh dari kemungkinan, tetapi sakit
secara mendadak tidaklah jauh dari kemungkinan, bahkan setiap penyakit
terjadi secara tiba-tiba; dan apabila sakit maka ia tidak jauh dari
kematian. Seandainya orang yang lalai ini berpikir dan mengetahui bahwa
kematian tidak punya waktu tertentu seperti pemuda, orang tua dan
manula, atau musim panas, musim dingin atau musim semi, malam hari atau
siang hari, niscaya ia akan sangat menyadari kematian dan mempersiapkan
diri untuk menghadapinya, tetapi kebodohan akan hal ini dan cinta dunia
membuatnya memperpanjang angan-angan dan mengabaikan kemungkinan mati
dalam waktu dekat.
Apabila Anda telah mengetahui bahwa sebab
timbulnya angan-angan panjang adalah kebodohan dan cinta dunia maka
terapinya adalah dengan mengusir faktor penyebabnya.
Adapun kebodohan harus ditolak dengan
pikiran yang jernih yang bersumber dari hati yang ‘hadir’ dan dengan
mendengarkan hikmah yang jitu dari hati yang suci.
Sedangkan cinta dunia, maka terapinya
adalah dengan mengeluarkannya dari hati, tetapi hal ini sangat berat
karena ia merupakan penyakit kronis yang merepotkan orang-orang.
terdahulu dan terkemudian dalam mengobatinya. Tidak ada terapi baginya
kecuali iman kepada hari akhir berikut adanya siksa yang berat dan
ganjaran yang besar. Jika hati telah meyakini hal tersebut maka cinta
dunia pasti akan lenyap darinya, karena cinta kepada yang mulia dapat
menghapuskan cinta kepada yang hina dari hatinya. Apabila telah melihat
hinanya dunia dan berharganya akhirat niscaya ia akan terhalangi untuk
berpaling kepada dunia sekalipun diberi kerajaan bumi dari timur hingga
ke barat. Bagaimana mungkin akan timbul panjang angan-angan jika dunia
yang ada padanya hanya sedikit dan dianggapnya sebagai pengeruh;
bagaimana mungkin ia akan bergembira dengan dunia atau cinta dunia akan
merasuk ke dalam hatinya bila hatinya telah penuh dengan iman kepada
akhirat?
Tidak ada terapi yang lebih efektif dalam
mengokohkan kesadaran akan kematian ke dalam hati selain dari
merenungkan orang yang telah mati di kalangan kawan dan handai tolan;
bagaimana kematian datang menjemput mereka di saat yang tidak
diperkirakan. Orang yang telah siap menghadapi kematian adalah orang
yang meraih sukses besar, sedangkan orang yang terpedaya oleh
angan-angan yang panjang adalah orang yang benar-benar merugi. Hendaklah
manusia melihat kepada jemari dan anggota tubuhnya di setiap saat,
kemudian merenungkankannya bagaimana sekujur tubuh itu pasti akan
dimakan ulat-ulat tanah? Bagaimana tulang belulangnya akan hancur?
Hendaklah ia membayangkan bagaimana ulat-ulat itu mulai memakan
pelipisnya yang kanan atau yang kiri? Tidak ada bagian dari jasadnya
melainkan pasti menjadi santapan ulat-ulat itu, dan tidak ada bagian
yang tersisa untuk dirinya kecuali ilmu dan amal shalih yang ikhlas
semata-mata karena mencari ridha Allah. Demikian pula hendaknya ia
merenungkan siksa kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, kebangkitan dari
kubur, dahsyatnya hari kiamat, gema seruaan pada hari pagelaran akbar di
padang mahsyar dan lain sebagainya. Renungan-renungan seperti inilah
yang akan memperbarui dzikrul maut pada hatinya dan mendorongnya untuk
mempersiapkan diri menghadapinya.
Berbagai Derajat Manusia dalam Kaitannya dengan Panjang dan Pendek Angan-angan
Ketahuilah bahwa manusia dalam masalah
ini berbeda-beda tingkatan. Di antara mereka ada yang mengangankan
keabadian dan menginginkannya untuk selamanya, firman Allah; “Di antara
mereka ada yang menginginkan agar diberi umurseribu tahun” (Al Baqarah:
96). Ada pula yang mengangankan keabadian hingga tua renta yang
merupakan batas maksimal usia yang pernah dilihat dan disaksikannya;
mereka ini adalah orang yang sangat mencintai dunia. Sabda Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Hati orang tua tetap muda dalam mencintai dua hal; kehidupan yang panjang dan cinta harta.” (Bukhari dan Muslim)
Ada pula yang mengangankan keabadian
untuk setahun, lalu tidak memperdulikan hal-hal sesudah itu sehingga
tidak memprediksikan eksistensi dirinya di tahun depannya, tetapi orang
ini bersiap-siap di musim panas untuk menghadapi musim dingin dan
bersiap-siap di musim dingin untuk menghadapi musim panas. Apabila sudah
dapat mengumpulkan segala kebutuhannya selama setahun ia sibuk
melakukan ibadah.
Ada pula orang yang berangan-angan selama
musim panas atau musim dingin, sehingga di musim panas ia tidak
menyimpan baju musim dingin dan sebaliknya.
Ada pula orang yang angan-angannya hanya
sehari semalam, sehingga ia tidak melakukan persiapan kecuali untuk
siang harinya, tidak sampai esok iiarinya.
Ada pula orang yang angan-angannya tidak melampaui sesaat sebagaimana disabdakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Wahai Abdullah, apabila kamu berad.a
di waktu pagi maka janganlah kamu mengangankan sore hari dan apabila
kamu berada di waktu sore maka janganlah kamu mengangankan pagi hari.”
Ada pula orang yang tidak memprediksikan keberadaan dirinya walaupun hanya sesaat.
Ada pula orang yang kematian seakan telah
terpampang di hadapan kedua matanya sehingga ia hanya bersiap-siap
menunggu kedatangannya. Inilah orang yang menghayati shalatnya sebagai
shalat perpisahan.
Itulah berbagai tingkatan manusia,
masing-masing mereka mendapatkan derajat di sisi Allah. Orang yang
angan-angannya hanya sebulan tidak sama dengan orang yang angan-angannya
sebulan lebih sehari; antara keduanya terdapat perbedaan derajat di
sisi Allah: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun
sebesar dzarrah” (An Nisa’: 40). “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
sebrat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az
Zalzalah: 7)
Kemudian pengaruh pendek angan-angan akan
nampak pada sikap segera beramal. Setiap orang mengaku pendek
angan-angan padahal ia bedusta, karena hal itu akan nampak dalam wujud
berbagai amalnya. Bisa jadi ia memperhatikan berbagai sebab duniawi dan
tidak memerlukan waktu setahun, tetapi hal itu menjadi bukti bahwa
angan-angannya panjang. Tanda jika seseorang mendapatkan taufiq (dari
Allah) ialah bahwa kematian telah menjadi tatapan matanya yang tak
pernah terlupakan sekalipun hanya sesaat, kemudian ia bersiap-siap
menghadapi kematian yang segera datang; jika masih hidup hingga sore
maka ia bersyukur kepada Allah atas ketaatannya dan bergembira bahwa ia
tidak menyia-nyiakan siang harinya bahkan telah memanlaatkannya dengan
baik. Apabila orang seperti mi mati maka ia akan berbahagia dan
beruntung; dan jika masih tetap hidup maka ia berbahagia dengan kesiapan
yang baik dan kelezatan bermunajat, karena kematian memiliki
kebahagiaan dan kehidupan memiliki tambahan. Hendaklah kematian selalu
berada di benakmu wahai orang yangperlu dikasihani, karena perjalanan
terus mendesak Anda sedangkan Anda melalaikan diri Anda bahkan bisa jadi
Anda telah mendekkati rumah dan telah menempuh jarak. Tetapi Anda tidak
dapat melakukan hal itu kecuali dengan bersegera beramal demi
memanfaatkan setiap nafas yang masih diberikan kepada Anda.
Segera Beramal dan Menghindari Penyakit Penundaan
Ketahuilah bahwa orang yang punya dua
saudara yang bepergian sedangkan ia menantikan kedatangan salah satunya
esok hari dan menantikan kedatangan yang satu lagi setelah sebulan atau
setahun, niscaya ia tidak akan bersiap-siap untuk saudaranya yang akan
datang sebulan atau setahun lagi. tetapi ia hanya bersiap-siap untuk
menyambut saudaranya yang telah dinantikan kedatangannya esok hari,
karena persiapan adalah hasil dari dekatnya penantian. sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Salah seorang di antara kamu tidak
menantiakan sesuatu dari dunia kecuali kekayaan yang melampaui batas,
kemiskinan yang membuat lupa, sakit yang merusak, ketuaan yang mengikat,
kematian yang melumpuhkan, atau dajjal; sedangkan dajjal adalah
keburukanyang ghaib dan dinantikan, atau hari kiamat; sedangkan hari
kiamat lebih dahsyat dan lebih pahit.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
ia berkata hasan)
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Manfaatkanlah lima hal sebelum lima
hal: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu,
masa kecukupanmu sebelum masa kemiskinanmu, masa luangmu sebelum masa
sibukmu, masa hidupmu sebelum masa kematianmu.” (Diriwayatkan oleh Abu
Dunya dengan sanad hasan)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Dua nikmatyang disia-siakan oleh banyak orang: Kesehatan dan waktu luang.” (Bukhari)
Yakni tidak memanfeatkannya dengan baik kemudian mengetahui nilainya yang berharga ketika sudah hilang.
[1]
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah, Al Baihaqi di dalam
Asy Syu’ab, dan Al Khathib di dalam At Tarikh dari hadits Anas.
[2]
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, dan Bukhari dari perkataan Ibnu Umar di
akhir hadits: “Hiduplah di dunia seolah-olah kamu orang asing.”
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Dunya, lafazh ini miliknya, dan Ar Ramuharmuzi. Sanadnya hasan.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari. Hadits yang semakna terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Tirmidzi. Al Bazzar juga meriwayatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar