ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH...

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH... SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI...
Blog ini berisi share dari berbagai situs yang kami telusuri, yang terkadang kami cantumkan sumbernya, namun juga terkadang tidak kami cantumkan sumbernya karena sesuatu hal, maka kami mohon ma'af jika ada artikel dari blog lain yang kami copy paste disini ternyata tidak kami cantumkan sumbernya.
SEMOGA BERMANFA'AT...

Selasa, 01 Januari 2013

MENGINGAT KEMATIAN DAN PENDEK ANGAN-ANGAN

Sa'id Hawwa
[Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu, di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekwensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian. Semakin pendek angan-angan dan semakin banyak mengingat kematian maka semakin meningkat pula ketekunannya dalam . melaksanakan hak-hak Allah, di samping semakin ikhlas dalam amalnya. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidaklah demikian, bahkan memakmurkan dunia dengar. disertai pendek angan-angan justru akan lebih dekat kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni. Berbeda antara orang yang melakukan amal politik demi melaksanakan hak Allah dan orang yang melakukannya karena nafsu syahwatnya.
Sesungguhnya pendek angan-angan dan mengingat kematian dapa: memindahkan manusia dari tingkatan kedua ke tingkatan pertama. Dari sinilah, dan lainnya, mengingat kematian dan pendek angan-angan merupakar: salah satu sarana tazkiyatun nafs. Berikut ini kita ikuti penjelasan Al Ghazali.
Mengingat Kematian
Amma ba'du ...
Orang yang kematian menjadi kepastiannya; tanah menjadi tempat --mbaringannya; ulat menjadi temannya; Munkar dan Nakir menjadi mu"nya; kuburan menjadi tempat tinggalnya; perut bumi menjadi tempat menetapnya; kiamat menjadi janjinya; surga atau neraka menjadi, tempat kembalinya, sepatutnya tidak punya pikiran Iain selain tentang kematian dan ::dak mengingat kecuali kepadanya; tidak melakukan persiapan kecuali .ntuknya; tidak melakukan usaha kecuali untuknya; tidak berambisi kecuali Kepadanya; tidak melakukan pendakian kecuali di atasnya; tidak punya perhatian Kecuali terhadapnya; tidak mengumpulkan daya kekuatan kecuali untuk menghadapinya; tidak ada penantian dan kesiap-siagaan kecuali untuknya. Juga selayaknya memasukkan dirinya ke dalam daftar orang-orang yang sudah mati ian para penghuni kuburan, karena setiap hal yang pasti datang adalah dekat sedangkan yang jauh adalah sesuatu yang tidak akan datang. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian." (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujudkan kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujudkan kecuali dengan salalu mendengarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusia pun melalaikannya.
"Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya)." (Al Anbiya: 1)
Mengingat Kematian dan Anjuran Memperbanyak Mengingatnya
Ketahuilah bahwa orang yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu dayanya dan mencintai syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tidak suka dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: "Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Al Jum'ah: 8).
Kemudian manusia ada yang tenggelam kedalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang 'arif.
Adapun orang yang tenggelam kedalam dunia , ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Adapun orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan sebelum memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah maka Allah membenci pertemuan dengannya." (Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam kedalam dunia.
Sedangkan orang yang 'arif, ia selalu mengingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
"Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan maka permudahlah kematian atas diriku agar aku segera dapat berjumpa dengan-Mu."
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari sikap tidak menyukai sicmatian sedangkan orang yang 'arif dima'atkan dari tindakan mencintai 1m mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih tinggi dari keduanya adalah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa yang paling dicintainya adalah ipa yang paling dicintai kekasihnya. Orang ini melalui cinta dan wala' yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim dan ridha, yang merupakan runcak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang tenggelam kedalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk mengambil jarak dari dunia sebab Jzikrul maut itu membuat dirinya kurang berselera kepada kenikmatan dunia dan mengeruhkan kemurnian kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat manusia adalah termasuk sebab keselamatan.
Keutamaan Mengingat Kematian dalam Segala Keadaan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan." (Diriwayatkan oleh Urmidzi; ia berkata: Hadits hasan, Nasa'ai dan Ibnu Majah)
Artinya, kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepadanya terputus lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat menghindarkan diri dari kampung tipu daya dan menggiatkan persiapan untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mengakibatkan tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi' Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
"Hadiah orang Mu'min adalah kematian." (Diriwayatkan oleh Abu Dunya, Thabrani dan Al Hakim secara mursal dengan sanad hasan).
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang Mu'min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah baginya. .
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
"Kematian adalah kafarat bagi setiap Muslim."[1]
Yang dimaksudnya adalah orang Muslim yang sejati yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang Mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkan-nya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Aku datang menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam —bersama sepuluh orang— lalu salah sorting Anshar bertanya: “Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah? Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya; mereka itulah or-ang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara ringkas dan Ibnu Abu Dunya secara lengkap dengan sanad jayyid)
Al Hasan rahimahullah berkata, “Kematian membongkar berbagai keburukan dunia sehingga tidak membiarkan kegembiraan sama sesekali bagi orang yang punya hati.”
Ar Rabi’ bin Khaitsam berkata: Tidak ada hal ghaib yang dinantikan dan lebih baik bagi orang Mu’min selain dari kematian.
Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada salah seorang kawannya: Wahai saudaraku, hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung dirnana kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.
Umar bin Abdul Aziz biasa mengumpuikan para fuqaha’ setiap malam untuk mengingatkan kematian, hari kiamat dan akhirat, kemudian mereka menangis sehingga seolahrolah di hadapan mereka ada jenazah.
Ibrahim At Taimi berkata: Dua hal yang memutuskan aku dari kelezatan dunia; mengingat kematian dan berdiri di hadapan Allah kelak di hari kiamat.
Ka’ab berkata: Siapa yang mengetahui kematian pasti segala penderitaan dan kesusahan dunia menjadi ringan baginya.
Muthrif berkata: Aku bermimpi solah-olah ada orang yang berkata —di tengah masjid Bashrah— mengingat kematian memutus hati orang-orang yang takut sehingga mereka terlihat kebingungan.
Shafiyah Radhiyallahu ‘Anh berkata: Ada seorang wanita mengadu kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anh tentang kekesatan hatinya lalu Aisyah berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian niscaya hatimu menjadi lembut.” Kemudian wanita itu melakukannya sehingga hatinya menjadi lembut lalu dia datang berterima kasih kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anh.
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada sebagian ulama’: “Nasihatilah aku.” Ulama’ itu berkata: “Engkau bukanlah khalifah yang pertama kali mati.” Umar bin Abdul Aziz berkata: “Tambahlah nasihat lagi.” Ulama’ itu berkata: “Dari nenek moyangmu hingga nabi Adam tidak ada seorang pun kecuali merasakan kematian sementara itu giliranmu pun telah tiba,” kemudian Umar bin Abdul Aziz menangis karena nasihat tersebut.
Ar Rabi’ bin Khaitsam menggali kuburan di rumahnya dan setiap hari ia tidur di dalamnya beberapa kali untuk senantiasa mengingat kematian. Bahkan ia berkata: Seandainya mengingat kematian berpisah dari hatiku sesaat saja niscaya hatiku rusak.
Jalan Merealisasikan Mengingat Kematian
Jalannya ialah dengan mengosongkan hati dari segala sesuatu kecuali dzikrul maut yang ada di hadapannya, seperti orang yang ingin bepergian mencapai keberuntungan besar atau menyeberangi lautan sehingga ia tidak berpikir kepada yang lain. Bila dzikrul maut telah merasuk ke dalam hatinya maka pasti akan mempengaruhinya dan pada saat itu kegembiraannya terhadap dunia menjadi sedikit. Cara paling mujarab dalam hal ini ialah memperbanyak mengingat kawan-kawannya yang telah mendahuluinya, lalu mengingat kematian mereka dan pembaringan mereka di bawah tanah; atau mengingat berbagai gambar-gambar mereka ketika masih memegang berbagai jabatan kemudian merenungkan bagaimana sekarang tanah kuburan itu telah menimbun berbagai gambaran yang menarik tersebut; bagaimana bagian-bagian mereka telah hancur di kuburan mereka; bagaimana istri-istri mereka telah menjadi janda, anak-anak mereka menjadi yatim; harta mereka tersia-siakan, masjid dan majlis mereka tak lagi menantikan mereka dan jejak-jejak kehidupan mereka pun telah terhapuskan.
Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Apabila Anda mengingat orang-orang yang sudah mati maka anggaplah dirimu termasuk salah seorang di antara mereka.”
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain.”
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Tidakkah kalian melihat bahwa kalian setiap hari menyiapkan orang yang pergi dan pulang kepada Allah, kalian meletakkannya di dalam tanah dan berbantalkan tanah dengan meninggalkan para kekasih dan terputus segala upaya. “
Terus-menerus menghadirkan pikiran-pikiran tersebut dan yang semisalnya di samping masuk ke dalam kuburan dan menyaksikan orang-orang yang sakit, merupakan hal yang bisa memperbaharui dzikrul maut di dalam hati sehingga mendominasi dan akhirnya menjadi perhatian utamanya, dan pada saat itulah ia nyaris telah siap dan terhindar dari kampung tipudaya. Jika tidak, maka zhahir hati dan manisnya lisan tidak lagi banyak berguna dalam memperingatkan. Jika hatinya merasa senang dengan sesuatu dari dunia maka ia harus segera ingat bahwa ia pasti berpisah darinya. Pada suatu hari Ibnu Muthi’ melihat memandangi rumahnya lalu mengagumi keindahannya kemudian ia menangis, dan berkata: Demi Allah, kalau bukan karena kematian niscaya aku merasa seang terhadapmu, dan seandainya bukan karena kita akan berada di dalam himpitan kuburan niscaya kami merasa senang kepada dunia. Kemudian ia menangis dengan keras sehingga suaranya terdengar.
Pendek Angan-angan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu:
“Apabila kamu berada pada pagi hari maka janganlah kamu mengangankan sore hari, apabila kamu memasuki waktu sore maka janganlah kamu mengangankan esok hari, dan manfaatkan kehidupanmu untuk kematian-mu dan dari kesehatanmu untuk masa sakitmu, karena sesungguhnya kamu wahai Abdullah tidak mengetahui apa namamu besok.”[2]
Diriwayatkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengambil tiga tiang kayu lalu menancapkan satu tiang di hadapannya, yang lain ditancapkan di sisinya dan yang ketiga dilempar jauh, lalu bertanya: “Tahukah kalian apa ini?” Para shahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ini adalah manusia, dan yang ini ajalnya sedangkan yang itu angan-angan yang ingin digapai anak Adam tetapi ajal membuyarkan angan-angan itu.” [3]
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Perumpamaan anak Adam, di sisinya ada sembilanpuluh sembilan kematian; jika luput dari beberapa kematian ia pastijatuh dalam ketuaan.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata: Hasan)
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh berkata: “Orang ini dan beberapa kematian yang ada di sekitarnya berjalan kepadanya; ketuaan berada di belakang kematian sedangkan angan-angan berada di belakang ketuaan, tetapi ia masih tetap berangan-angan sementara kematian tersebut berjalan kepadanya, maka siapa yang lebih cepat ia akan mengambilnya; jika luput dari beberapa kematian pasti aerbunuh oleh ketuaan seraya menantikan ajal.”
Abdullah berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat garis segi empat kepada kami, dan membuat satu garis di tengahnya lalu membuat beberapa garis di sampingnya dan satu-garis di luarnya, seraya berkata: “Tahukah apa ini’?” Kami menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Ini adalah manusia —terhadap garis yang ada di tengah— dan ini adalah ajalyang mengitarirtya, sedangkanpenghadang-penghadang ini —terhadap garis-garis yang ada di sekitarnya— menerkamnya; jika luput dari yang satu maka yang lain akan menerkamnya; sedangkan yang itu adalah ajal —yakni garis yang ada di luar.”[4]
Anas Radhiyallahu ‘Anh berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Anak Adam menjadi tua dan dua hal tetap menyertainya, yaitu ambisi. dan angan-angan.” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dunya dengan sanad shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Dan menjadi besar bersamanya dua hal, yaitu ambisi terhadap harta dan ambisi terhadap umur.”
Beberapa Atsar
Muthrif bin Abdullah berkata: “Seandainya aku tahu ajalku niscaya aku khawatir akan hilangnya akalku. Tetapi Allah mengaruniakan kepada hamba-Xya dengan lupa dari kematian. Kalau bukan karena lupa niscaya mereka tidak akan bisa hidup tenang dan tidak akan ada pasar di tengah mereka.”
Al Hasan berkata: “Lupa dan angan-angan adalah dua nikmat besar yang diberikan kepada manusia; kalau bukan karena keduanya niscaya kaum Muslimin tidak bisa berjalan di jalan-jalan.”
Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘Anh berkata:
“Tiga hal yang membuatku heran sehingga memhuatku tercawa: Orang yang mengangankan dunia padahal kematian tengah memburunya, orang yang lalai padahal ia tidak pernah dilupakan, dan orang yang tertawa sepenuh mulutnya sementara dia tidak mengetahui apakah dia membuat murka Tuhan alam semesta terhadapnya ataukah ridha. Tiga hal yang membuatku sedih sehingga membuatku menangis: Perpisahan dengan kekasih —Muhammad dan para shahabtnya— dahsyatnya hari kebangkitan, dan berdiri di hadapan Allah sementara aku tidak tahu apakah aku diperintahkan ke surga atau ke neraka.”
Dari Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh bahwa ia pernah berkata di dalam khutbahnya. “Di manakah orang-orang yang suka berwudhu’ yang berwajah menarik dan mengagumkan? Di manakah para raja yang telah membangun kota Mada’in dan mengelilinginya dengan tembok? Di manakah orang-orang yang perkasa dalam berbagai peperangan? U&ktu telah membenamkan meieka sehingga berada di kegelapan kubur.”
Sebab Panjang Angan-angan dan Terapinya
Ketahuilah bahwa panjang angan-angan punya dua sebab:
Pertama, cinta dunia.
Apabila seseorang merasa senang dengan dunia, syahwat, kelezatan dan berbagai kaitannya maka hatinya akan merasa berat untuk berpisah darinya sehingga hatinya tidak bisa berlikir tentang kematian yang merupakan sebab perpisahannya dengan dunia. Setiap orang yang membenci sesuatu pasti menolaknya. Sementara itu manusia sangat menggan-drungi angan-angan palsu lalu ia senantiasa mengangankan dirinya dengan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Hal yang sesuai dengan keinginannya adalah hidup kekal di dunia. Karena itu, ia selalu mengkhayalkan dan sangat menghargainya di dalam dirinya bahkan mengangankan berbagai hal yang diperlukan untuk hidup kekal di dunia seperti harta, keluarga, rumah, kawan, kendaraan dan semua sebab dunia, sehingga hatinya terkonsentrasi dan tertambat pada pikiran ini kemudian lupa mengingat kematian. Jika kadang-kadang terlintas perkara kematian dan kebutuhan akan persiapan menghada-pinya, ia menunda-nunda dan menjanjikan dirinya seraya berkata: Masih banyak waktu, nanti saja bertaubat kalau sudah tua. Bila sudah tua, ia berkata: Nanti saja kalau sudah renta. Bila sudah renta, ia berkata: Sampai selesai membangun rumah ini, atau kembali dari perjalanan, atau setelah selesai mengurusi anak dan mempersiapkan rumahnya, atau setelah selesai mengalahkan musuh. Demikianlah ia terus menunda-nunda dan tidak melakukan suatu kesibukan kecuali dengan pelaksanaan sepuluh kali kesibukan yang lain. Demikianlah secara bertahap ia menunda hari demi hari dan kesibukan demi kesibukan hingga akhirnya direnggut kematian pada saat yang tidak terduga, sehingga menyesai untuk selamanya. Orang yang menunda-nunda ini tidak mengetahui bahwa sesuatu yang membuatnya menunda pada hari mi akan menyertainya pula esok hari. bahkan semakin lama semakin kuat dan kokoh. Ia mengira bahwa orang yang tenggelam dengan dunia akan punya kesempatan untuk melepaskannya.
Pangkal angan-angan ini semua adalah cinta dunia, merasa senang kepadanya dan kelalaian.
Kedua, kebodohan.
Kadang-kadang manusia mengira bahwa kematian jauh dari anak-anak muda. Orang yang perlu dikasihani ini tidak pernah berpikir seandainya orang-orang tua di kampungnya dihitung niscaya jumlah mereka kurang dari sepersepuluh penduduknya. Jumlah mereka sedikit karena kematian di kalangan pemuda jauh lebih banyak. Kematian di kalangan orang ma dan anak muda adalah satu orang tua berbanding seribu pemuda dan anak-anak. Mungkin ia menganggap dirinya jauh dari kematian karena kesehatannya dan sedikit kemungkinannya mati mendadak, padahal ia tidak tahu bahwa hal ini tidaklah jauh dari kemungkinan. Seandainya hal itu jauh dari kemungkinan, tetapi sakit secara mendadak tidaklah jauh dari kemungkinan, bahkan setiap penyakit terjadi secara tiba-tiba; dan apabila sakit maka ia tidak jauh dari kematian. Seandainya orang yang lalai ini berpikir dan mengetahui bahwa kematian tidak punya waktu tertentu seperti pemuda, orang tua dan manula, atau musim panas, musim dingin atau musim semi, malam hari atau siang hari, niscaya ia akan sangat menyadari kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, tetapi kebodohan akan hal ini dan cinta dunia membuatnya memperpanjang angan-angan dan mengabaikan kemungkinan mati dalam waktu dekat.
Apabila Anda telah mengetahui bahwa sebab timbulnya angan-angan panjang adalah kebodohan dan cinta dunia maka terapinya adalah dengan mengusir faktor penyebabnya.
Adapun kebodohan harus ditolak dengan pikiran yang jernih yang bersumber dari hati yang ‘hadir’ dan dengan mendengarkan hikmah yang jitu dari hati yang suci.
Sedangkan cinta dunia, maka terapinya adalah dengan mengeluarkannya dari hati, tetapi hal ini sangat berat karena ia merupakan penyakit kronis yang merepotkan orang-orang. terdahulu dan terkemudian dalam mengobatinya. Tidak ada terapi baginya kecuali iman kepada hari akhir berikut adanya siksa yang berat dan ganjaran yang besar. Jika hati telah meyakini hal tersebut maka cinta dunia pasti akan lenyap darinya, karena cinta kepada yang mulia dapat menghapuskan cinta kepada yang hina dari hatinya. Apabila telah melihat hinanya dunia dan berharganya akhirat niscaya ia akan terhalangi untuk berpaling kepada dunia sekalipun diberi kerajaan bumi dari timur hingga ke barat. Bagaimana mungkin akan timbul panjang angan-angan jika dunia yang ada padanya hanya sedikit dan dianggapnya sebagai pengeruh; bagaimana mungkin ia akan bergembira dengan dunia atau cinta dunia akan merasuk ke dalam hatinya bila hatinya telah penuh dengan iman kepada akhirat?
Tidak ada terapi yang lebih efektif dalam mengokohkan kesadaran akan kematian ke dalam hati selain dari merenungkan orang yang telah mati di kalangan kawan dan handai tolan; bagaimana kematian datang menjemput mereka di saat yang tidak diperkirakan. Orang yang telah siap menghadapi kematian adalah orang yang meraih sukses besar, sedangkan orang yang terpedaya oleh angan-angan yang panjang adalah orang yang benar-benar merugi. Hendaklah manusia melihat kepada jemari dan anggota tubuhnya di setiap saat, kemudian merenungkankannya bagaimana sekujur tubuh itu pasti akan dimakan ulat-ulat tanah? Bagaimana tulang belulangnya akan hancur? Hendaklah ia membayangkan bagaimana ulat-ulat itu mulai memakan pelipisnya yang kanan atau yang kiri? Tidak ada bagian dari jasadnya melainkan pasti menjadi santapan ulat-ulat itu, dan tidak ada bagian yang tersisa untuk dirinya kecuali ilmu dan amal shalih yang ikhlas semata-mata karena mencari ridha Allah. Demikian pula hendaknya ia merenungkan siksa kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, kebangkitan dari kubur, dahsyatnya hari kiamat, gema seruaan pada hari pagelaran akbar di padang mahsyar dan lain sebagainya. Renungan-renungan seperti inilah yang akan memperbarui dzikrul maut pada hatinya dan mendorongnya untuk mempersiapkan diri menghadapinya.
Berbagai Derajat Manusia dalam Kaitannya dengan Panjang dan Pendek Angan-angan
Ketahuilah bahwa manusia dalam masalah ini berbeda-beda tingkatan. Di antara mereka ada yang mengangankan keabadian dan menginginkannya untuk selamanya, firman Allah; “Di antara mereka ada yang menginginkan agar diberi umurseribu tahun” (Al Baqarah: 96). Ada pula yang mengangankan keabadian hingga tua renta yang merupakan batas maksimal usia yang pernah dilihat dan disaksikannya; mereka ini adalah orang yang sangat mencintai dunia. Sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Hati orang tua tetap muda dalam mencintai dua hal; kehidupan yang panjang dan cinta harta.” (Bukhari dan Muslim)
Ada pula yang mengangankan keabadian untuk setahun, lalu tidak memperdulikan hal-hal sesudah itu sehingga tidak memprediksikan eksistensi dirinya di tahun depannya, tetapi orang ini bersiap-siap di musim panas untuk menghadapi musim dingin dan bersiap-siap di musim dingin untuk menghadapi musim panas. Apabila sudah dapat mengumpulkan segala kebutuhannya selama setahun ia sibuk melakukan ibadah.
Ada pula orang yang berangan-angan selama musim panas atau musim dingin, sehingga di musim panas ia tidak menyimpan baju musim dingin dan sebaliknya.
Ada pula orang yang angan-angannya hanya sehari semalam, sehingga ia tidak melakukan persiapan kecuali untuk siang harinya, tidak sampai esok iiarinya.
Ada pula orang yang angan-angannya tidak melampaui sesaat sebagaimana disabdakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Wahai Abdullah, apabila kamu berad.a di waktu pagi maka janganlah kamu mengangankan sore hari dan apabila kamu berada di waktu sore maka janganlah kamu mengangankan pagi hari.”
Ada pula orang yang tidak memprediksikan keberadaan dirinya walaupun hanya sesaat.
Ada pula orang yang kematian seakan telah terpampang di hadapan kedua matanya sehingga ia hanya bersiap-siap menunggu kedatangannya. Inilah orang yang menghayati shalatnya sebagai shalat perpisahan.
Itulah berbagai tingkatan manusia, masing-masing mereka mendapatkan derajat di sisi Allah. Orang yang angan-angannya hanya sebulan tidak sama dengan orang yang angan-angannya sebulan lebih sehari; antara keduanya terdapat perbedaan derajat di sisi Allah: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah” (An Nisa’: 40). “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebrat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 7)
Kemudian pengaruh pendek angan-angan akan nampak pada sikap segera beramal. Setiap orang mengaku pendek angan-angan padahal ia bedusta, karena hal itu akan nampak dalam wujud berbagai amalnya. Bisa jadi ia memperhatikan berbagai sebab duniawi dan tidak memerlukan waktu setahun, tetapi hal itu menjadi bukti bahwa angan-angannya panjang. Tanda jika seseorang mendapatkan taufiq (dari Allah) ialah bahwa kematian telah menjadi tatapan matanya yang tak pernah terlupakan sekalipun hanya sesaat, kemudian ia bersiap-siap menghadapi kematian yang segera datang; jika masih hidup hingga sore maka ia bersyukur kepada Allah atas ketaatannya dan bergembira bahwa ia tidak menyia-nyiakan siang harinya bahkan telah memanlaatkannya dengan baik. Apabila orang seperti mi mati maka ia akan berbahagia dan beruntung; dan jika masih tetap hidup maka ia berbahagia dengan kesiapan yang baik dan kelezatan bermunajat, karena kematian memiliki kebahagiaan dan kehidupan memiliki tambahan. Hendaklah kematian selalu berada di benakmu wahai orang yangperlu dikasihani, karena perjalanan terus mendesak Anda sedangkan Anda melalaikan diri Anda bahkan bisa jadi Anda telah mendekkati rumah dan telah menempuh jarak. Tetapi Anda tidak dapat melakukan hal itu kecuali dengan bersegera beramal demi memanfaatkan setiap nafas yang masih diberikan kepada Anda.
Segera Beramal dan Menghindari Penyakit Penundaan
Ketahuilah bahwa orang yang punya dua saudara yang bepergian sedangkan ia menantikan kedatangan salah satunya esok hari dan menantikan kedatangan yang satu lagi setelah sebulan atau setahun, niscaya ia tidak akan bersiap-siap untuk saudaranya yang akan datang sebulan atau setahun lagi. tetapi ia hanya bersiap-siap untuk menyambut saudaranya yang telah dinantikan kedatangannya esok hari, karena persiapan adalah hasil dari dekatnya penantian. sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Salah seorang di antara kamu tidak menantiakan sesuatu dari dunia kecuali kekayaan yang melampaui batas, kemiskinan yang membuat lupa, sakit yang merusak, ketuaan yang mengikat, kematian yang melumpuhkan, atau dajjal; sedangkan dajjal adalah keburukanyang ghaib dan dinantikan, atau hari kiamat; sedangkan hari kiamat lebih dahsyat dan lebih pahit.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata hasan)
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Manfaatkanlah lima hal sebelum lima hal: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kecukupanmu sebelum masa kemiskinanmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa hidupmu sebelum masa kematianmu.” (Diriwayatkan oleh Abu Dunya dengan sanad hasan)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Dua nikmatyang disia-siakan oleh banyak orang: Kesehatan dan waktu luang.” (Bukhari)
Yakni tidak memanfeatkannya dengan baik kemudian mengetahui nilainya yang berharga ketika sudah hilang.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah, Al Baihaqi di dalam Asy Syu’ab, dan Al Khathib di dalam At Tarikh dari hadits Anas.
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, dan Bukhari dari perkataan Ibnu Umar di akhir hadits: “Hiduplah di dunia seolah-olah kamu orang asing.”
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Dunya, lafazh ini miliknya, dan Ar Ramuharmuzi. Sanadnya hasan.
[4] Diriwayatkan oleh Bukhari. Hadits yang semakna terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Tirmidzi. Al Bazzar juga meriwayatkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar