Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus. Disebabkan berbeda dengan jenis penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan
Seseorang
sudah tentu memiliki perasaan. Ya, perasaan yang berasal dari hati.
Yang menandakan bahwa kita hidup, yang menandakan bagaimana kemuliaan
kita sebagai manusia, yang menunjukkan bagaimana kita sebagai maklhuk
yang sempurna. Ya, hati dan nafsu merupakan salah satu pemberian Allah
yang paling besar. Bayangkan bila dunia ini berjalan namun sama sekali
tidak ada perasaan dalam kehidupan. Bayangkan saja bila bumi ini
berputar namun sama sekali tidak ada hati dalam setiap waktu. Maka
bagaimanakah jadinya hidup ini?
Setiap perasaan atau nafsu merupakan satu alat yang
paling penting selain akal. Karena bila seluruhnya kita ukur lewat nalar
belaka, maka tentu hidup ini tidak akan pernah seimbang, tidak akan
pernah sempurna. Dalam setiap pengambilan keputusan, kita butuh dua
komponen. Yaitu akal dan hati atau perasaan. Namun, bagaimana bila
ternyata perasaan yang kita miliki telah terjangkit virus? Telah terkena
wabah penyakit yang menular? Maka tentu saja hidup ini tidak lagi
seimbang.
Dan tentu saja dalam hal ini terdapat berbagai macam
penyakit hati. Namun yang paling sering menjangkiti kita (terutama
kawula muda) adalah mabuk asmara (al-Isyq).
Ya, sebuah penyakit yang terasa indah oleh para
pengidapnya. Membuat hidup ini serasa ringan tanpa beban hanya untuk
yang dicinta. Sebuah virus yang dengan mudahnya merusak hati namun
sering dianggap sebagai pengobat hati. Sebuah virus yang mampu merusak
komponen dalam hati untuk melihat mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang benar dan mana yang salah, hingga merusak akal sendiri.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa cinta adalah satu
hal yang paling mendasar dalam hidup, dan itu termasuk fitrah yang
ditetapkan Allah kepada kita. Namun, ketika rasa cinta itu tidak bisa
lagi kita kendalikan maka ia tidak hanya merenggut hati kita, namun juga
merenggut akal pikiran, martabat dan kehormatan, bahkan tidak sedikit
yang rela meregang nyawa demi menunjukkan bagaimana dalamnya cinta pada
dzat yang sangat dicintainya.
Mabuk Asmara
Mengapa seseorang dimabuk asmara? Karena kondisi
hatinya yang rapuh yang terus-terusan berangan-angan. Yang selalu
terbang entah ke mana ketika bertemu dengan yang dicintai. Satu hal yang
paling sering terjadi pada yang dimabuk asmara ketika dirinya tidak
lagi dapat menahan dirinya untuk terus membayangkan masa depan dengan
yang dicinta. Hingga membuat akal dan perbuatannya rusak karena keruhnya
hati dengan cinta yang berlebihan. Tentu saja bahayanya banyak.
Diantaranya,
Yang pertama, akal menjadi rusak
Seperti yang telah disebutkan, bahwa meski cinta yang
dianggap indah itu membuat hati menjadi berbunga-bunga, namun tidak
dengan akalnya. Ia rela melakukan apa saja demi memenuhi cintanya.
Tidakkah ini perbuatan yang hina? Akal yang seharusnya sehat menjadi
sakit ketika bertemu dengan panah asmara. Ia tidak bisa lagi berpikiran
jernih karena begitu banyaknya godaan yang mengatasnamakan cinta.
Yang kedua, keikhlasan dipertanyakan
Sudah menjadi tradisi kuno ketika orang-orang berlomba
menunjukkan kebolehannya di hadapan yang dicinta agar membalaskan
cintanya. Dan hal inilah yang paling berbahaya. Ketika seseorang yang
telah dikuasai nafsunya itu ingin melakukan amalan, namun niatnya
tidaklah ditujukan untuk Allah namun untuk kekasihnya, maka ini adalah
salah satu bentuk kesyirikan kepada Allah meskipun berskala kecil
(riya). Dan ini adalah hal yang sangat tercela dan membahayakan.
Maukah kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya(HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani)
Ya, ketika kita memperbagus amalan kita namun ditujukan
untuk dzat lain selain Allah, maka hal ini adalah satu hal yang sangat
berbahaya. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam takut akan
riya dalam ummatnya dibandingkan fitnah Dajjal.
Yang Ketiga, Menjauhkan diri dari Allah
Suatu hal yang sangat lumrah ketika dzat yang kita
cintai maka kita akan lebih condong dekat kepadanya. Dan ketika cinta
kita kepada makhluk sangatlah besar, maka bagaimana rasa cinta kita
kepada Allah? Ketika kita berusaha untuk semakin dekat kepada kekasih,
maka di sisi lain kita telah menjauh dari Allah.\
Hati ini butuh ruang untuk cinta. Dan hati butuh akan
prioritas cinta kita di dunia. Karena sesungguhnya dunia adalah medan
pertaruhan cinta. Dan ketika hati kita menjadi sesak karena mabuk
asmara, maka bagaimana nasib rasa cinta kita kepada Allah? Apakah rasa
cinta kita kepada Allah akan terdesak begitu saja? Atau bahkan
jangan-jangan cinta kita kepada Allah akan tersingkir dari qalbu kita
–Na’udzubillah min dzalik-
Yang keempat, menjurus kepada zina.
Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya(HR Muslim)
Bagaimana mungkin orang yang dimabuk asmara akan lepas dari salah satu zina yang disebutkan dalam hadits ini?
Dan masih banyak lagi dampak negatifnya
Bagaimana Mengatasinya?
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq
dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi
tersebut ialah sebagai berikut,
Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut
untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan
suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana
terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini memberikan dua solusi, utama, dan pengganti. Solusi
pertama adalah menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak
boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.(HR. Ibnu Majah)
Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.(QS An Nisa : 28)
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan terhadap
hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan
syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik
dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi
budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu
untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka membutuhkannya sebagai
peredam syahwat. Demikianlah keringanan dan rahmatNya terhadap makluk
yang lemah ini..
Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya
peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan
takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus
dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil
terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah
memutus harapan untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak
lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, dapat mempengaruhi
keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh.
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain.
Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya
kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila.
Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan
mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya
terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap
bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan
keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia
harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan mustahil
tercapai.
Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran
masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal.
Pertama : Karena takut (kepada Allah). Yaitu
dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai,
lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal
jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan
sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal
dan lebih nikmat, tentu akan memilih yang lebih tinggi derajatnya.
Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas
dalam pikiranmu menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera
berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi
indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar
ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan
semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan
menunggu.
Kedua : Keyakinan bahwa berbagai resiko yang
sangat menyakitkan akan ditemuinya jika gagal melupakan yang
dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus.
Yaitu : gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, serta bencana
menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal
mendapatkan dua hal menyakitkan ini, niscaya akan mudah baginya
meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta. Dia akan bepikir,
bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan
kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan
kebahagiaan abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan
memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya.
Sungguh, orang yang terhindar ialah orang-orang yang dipelihara oleh
Allah.
Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya.
Sebab mengikuti hawa nafsu dapat menimbulkan kerusakan dunia dan
menepis kebaikan yang bakal diterimanya. Lebih parah lagi, dengan
memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat
petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan dan kemaslahatannya.
Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh darinya.
Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya
dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya. Hendaklah
dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling
kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab
sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk
mencintai kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong
kuat agar dapat membenci dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan
dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan terperdaya karena
kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang yang terkena
penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannya
kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah dia menutup matanya
dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan
mengenai hatinya.
Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya.
Hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaranNya
sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat
melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu
taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri)
dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan
mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal
tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas.
Sementara itu, terapi alternatif lainnya adalah menjauhkan diri dari musik. Sebagaimana disebut oleh Abdullah bin Mas’ud
Musik adalah mantra-mantra zina-Abdullah bin Mas’ud-
Musik mampu memengaruhi emosi kita. Karena musik adalah
hal yang mampu mengubah hati kita. Hati yang kecanduan musik niscaya
menjadi hati yang rapuh. Dan untuk menguatkan hati, maka jauhilah musik
yang telah disepakati keharamannya oleh para ulama.
Wallahu a’lam.
(Dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar